Oleh: Nirwan Junaidi Rokan (Aktivis Sosial & Pemerhati Dapur Redaksi)
Ancaman terhadap wartawan di sejumlah wilayah di Sumatera menunjukkan bahwa kebebasan pers masih menghadapi tantangan serius. Fakta adanya intimidasi terhadap jurnalis telah dicatat oleh berbagai pihak dan menjadi perhatian publik. Namun demikian, setiap dugaan keterlibatan pihak tertentu perlu ditempatkan secara hati-hati dan menunggu pembuktian hukum yang sah.
Dalam konteks ini, perhatian publik juga tertuju pada isu deforestasi di Pulau Sumatera. Kerusakan hutan berdampak luas terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat, tetapi intensitas pemberitaannya belum sebanding dengan besarnya persoalan. Kondisi ini wajar memunculkan pertanyaan, sejauh mana isu lingkungan mendapat ruang yang memadai di media arus utama.
Sebagai pemerhati dapur redaksi media, saya melihat bahwa keheningan pemberitaan tidak selalu lahir dari perintah langsung atau tekanan terbuka. Dalam banyak kasus, ia tumbuh dari kombinasi pertimbangan ekonomi, keamanan, dan keberlangsungan media. Relasi antara pemilik media, manajemen redaksi, dan jurnalis lapangan menciptakan dinamika yang kompleks dan tidak selalu terlihat oleh publik.
Penting ditegaskan bahwa tulisan ini tidak bermaksud menuduh individu, institusi, atau kelompok tertentu sebagai pihak yang membungkam pers. Dugaan mengenai adanya “beking” hanya dapat dibuktikan melalui proses hukum dan penyelidikan resmi yang transparan. Namun, tidak dapat diabaikan bahwa ada situasi di mana pihak-pihak tertentu berpotensi diuntungkan ketika isu lingkungan tidak memperoleh perhatian yang memadai.
Di sisi lain, jurnalis lapangan sering berada pada posisi paling rentan. Ancaman dan tekanan, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung, dapat memengaruhi pilihan liputan. Tanpa perlindungan hukum yang kuat dan konsisten, keberanian jurnalistik akan terus diuji oleh rasa takut.
Negara memiliki peran strategis untuk memastikan setiap ancaman terhadap wartawan ditangani secara serius dan tuntas. Penegakan hukum yang transparan akan menjadi sinyal penting bahwa kerja jurnalistik dilindungi, bukan dikriminalisasi.
Sunyi pemberitaan bukan semata persoalan redaksi, melainkan peringatan bagi kita semua. Ketika isu lingkungan kehilangan ruang dan wartawan bekerja dalam bayang-bayang ancaman, maka yang terancam bukan hanya kebebasan pers, tetapi juga hak publik untuk mengetahui dan masa depan lingkungan itu sendiri.


0 Komentar